Tuesday, November 22, 2016

Sejarah Pendidikan Pada Zaman Yunani dan Romawi


Sejarah Pendidikan Pada Zaman Yunani dan Romawi
Sejarah Pendidikan Pada Zaman Yunani dan Romawi


PENDIDIKAN YUNANI DAN ROMAWI
Di Yunani terdapat dua pusat Kebudayaan, yaitu Sparta dan Athena. Penduduk Sparta disebut bangsa Doria, dan Athena disebut bangsa Ionia. Pada kedua Negara tersebut terdapat perbedaan-perbedaan dalam dasar, tujuan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
  1. SPARTA
Pendidikan di Sparta didasarkan atas dua azas :
–  Anak adalah milik Negara.
– Tujuan pendidikan adalah membentuk serdadu-serdadu pembela negara serta warga negara.
Ciri-cirinya, pendidikan diselenggarakan oleh negara, bukan oleh Keluarga. Yang berhak mendapat pendidikan hanya warga negara Sparta yang merdeka saja. Anak-anak cacat dan lemah dibunuh atau dilemparkan Dario atas batu besar, di pegunungan Tygetos. anak-anak yang telah berumur 7 tahun dimasukkan kedalam asrama negara. Yang diutamakan adalah pendidikan jasmani.
Adapun pelaksanaan pendidikannya, Anak-anak dibiasakan menahan lapar, tidur diatas bantal rumput dan padsa musim dingin hanya memakai mantel biasa saja. Sifat-sifat yang harus dimiliki tentara,misalnya keberanian, ketangkasan, kekuatan, cinta tanah air, tunduk kepada disiplin, selalu mendapat perhatian. Sebaliknya, kesenian seperti mu7sik dan nyanyian diabaikan, semata-mata hanya dijadikan alat untuk mempengaruhi jiwa dalam melaksanakan dinas ketentaraan.
  1. ATHENA
Tujuan pendidikan Athena adalah membentuk warga negara dengan jalan pembentukan jasmani dan rohani yang harmonis (selaras). Ciri-cirinya, negara hanya mengawasi saja, yang berhak mendidik adalah keluarga dan sekolah. Semua anak-anak dari warga negara yang bebas mengunjungi sekolah. Mata pelajran terbagi atas bagian gymnastic (Jasmani) dan bagian muzis (Rohani). Pendidikan jasmani diberikan di Palestra, dan tempat gulat di Gymnasia. Latihan utama adalah berjalan, gulat, lempar cakram, melompat, lempar lembing. Pembentukan muzis meliputi, membaca, menulis, berhitung, nyanyian dan music, kelak akan dipelajarinya “Artes Liberales” atau seni bebas, terdiri dari :
–  Trivium (3 ajaran) : Gramnatica, Retorica (pidato) dan dialektika yaitu ilmu mengenai cara berfikir secara logis dan bertukar pikiran secara ilmiah.
– Quadrivium (4 ajaran) : Arithmatica (berhitung), Astronomia (ilmu bintang), Geometria (ilmu bumi alam dan falak) & Musica.
Membaca diberikan dengan metode mengejak (sintetis murni) menulis dilakukan  pada batu tulis yang dibuat dari lilin.
Pendidikan warganegara sangat dipentingkan di Yunani, terutama di Sparta. Segala kepentingan negara diletakkan di atas kepentingan individu. Dan kemudian muncul keinginan untuk mendapat Kebebasan, terutama kaum Sofist. Kaum sofist tidak mengakui kebenaran mutlak dan berlaku umum. Pendapat mereka “manusia ialah ukuran segala-galanya, manusia sendiri yang menentukan mana yang baik mana yang buruk”. Pendirian ini bersifat antroposentris. Suatu disebut benar juka itu menimbulkan keuntungan atau kemenangan. Benar sekarang belum tentu benar nanti, benar bagi si A belum tentu benar bagi si B (relatif). Kaum sofist yang terkenal diantaranya Goergias, Protagora, Pipias.
Akibat dari ajaran sofisme ini ialah turunnya nilai-nilai kebudayaan, merosotnya niali-nilai kejiwaan, pembentukan yang harmonis antara jiwa dan raga dikesampingkan. Orang mencari pengetahuan dengan tujuan untuk mencapai kesenangan kebendaan semata (intelektual materialistis).
Kepentingan negara harus tunduk pada kepentingan perseorangan. Pembentukan kecerdasan lebih penting dari pendidikan agama dan susila.
AHLI-AHLI PENDIDIK YUNANI
  1. Phytagoras (580-500 SM)
Tujuan pendidikanya adalah untuk membentuk manusia susila-agama.
Dasarnya adalah:
  1. Hanya jiwa yang berjasa, bukan jasad.
  2. Jiwa berasal dari tuhan yang kekal sifatnya
  3. Sejak kecil manusia cenderung untuk berbuat jahat
  4. Kesempurnaan adalah kebajikan
Pelaksanaanya: Dia mendirikansebuah gabungan yang disebut gabungan kaum Phytagoras terdiri dari anggota-anggota yang tinggal bersama-sama dengan mentaati aturan-aturan tata tertib tertentu.
  1. Socrates (469-399 SM)
Cita-citanya
  1. Ia berpendapat, bahwa bukan manusia melainkan tuhan yang menjadi ukuran sesuatu.
  2. Berlawanan dengan Phytagoras, Socrates percaya bahwa manusia mempunyai pembawaan untuk berbuat baik.
  3. Socrates berpendapat, ilmu adalah sumber dari kebajikan.
Pelaksanaanya
  1. Dimana saja, di jalan-jalan, di taman-taman diberikanya ajaran kepada rakyat dengan jalan percakapan (dialog).
  2. Dengan jalan induksi, dibawanyalah mereka kepada ilmu yang sebenarnya.
Oleh kaum Sofist, Socrates difitnah telah merusak akhlak pemuda, dituduh mengajarkan dewa-dewa baru dan membelakangi dewa-dewa resmi. Hakim menjatuhi hukuman minum racun kepadanya, bila tidak menarik ajaranya. Tetapi ia lebih memilih minum racun sampai mati daripada mengingkari pendirianya.
  1. Plato (427-347 SM)
Plato adalah seorang bangsawan dan murid Socrates. Ia adalah pengarang pertama di Yunani, yang telah menyusun suatu sistem pendidikan yang lengkap, dan merupakan bagian dari pengajaran ketatanegaraanya.
Cita-cita pendidikanya
  1. Bagi Plato tujuan pendidikan itu adalah membentuk warga negara secara teoritis dan praktis. Plato berbendapat, bahwa kesukaran-kesukaran politis dapat diatasi apabila ada keadilan.
  2. Plato membagi manusia menurut kemampuanya masing-masing
1)   Manusia akal, yang menggunakan akalnya dengan bijaksana.
2)   Manusia kehendak, yang memiliki sifat-sifat keberanian, sedia melaksanakan kehendak dan perintah atasanya.
3)   Manusia hasrat, yang banyak keinginanya.
  1. Pendidikan adalah alat untuk:
1)      Memperoleh bahan manusia yang tepat.
2)      Mengisi ketiga tingkatan sosial.
Pengajaranya
  1. Harus mematuhi kebutuhan-kebutuhan warga negara yang sudah maju.
  2. Harus sesuai dengan tugas-tugas setiap manusia untuk berbuat kebajikan.
Yang diajarkanya adalah olehraga, seni musik, matematika dan dialektika.
  1. Aristoteles
Aristoteles dilahirkan di Stagira pada tahun 384 sebelum masehi, ia berguru pada Plato di Athena selama 20 tahun. Sepeninggal Plato, ia mendirikan sekolah di Assus, Asia kecil dan kemudian ia kembali lagi ke Athena. Bukunya yang terpenting mengenai cita-cita pendidikanya ialah “Politicia” dan “Anima” mengenai ilmu jiwanya.
Cita-citanya
Aristoteles berpendapat, bahwa kebijakan itu diperoleh dengan jalan alam, pembiasaan dan pembukaan akal. Dalam pada itu pendidikan harus mengenal pembawaan dan kecenderungan anak, supaya ia mendapat bimbingan dengan sebaik-baiknya. Menurut Aristoteles sumber pengetahuan adalah pengalaman, pengamatan dengan alat indera yang menghasilkan bahan untuk berfikir. Aritoteles adalah bapak ajaran daya, yang memberi jiwa dua daya pokok, yakni daya mengenal dan daya kehendak.

PENDIDIKAN ROMAWI
Bila dibandingkan dengan pendidikannya di Yunani, maka pendidikan di Romawi tampaknya lebih sederhana, dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan negara. Roma yang pada mulanya adalah negara petani, megalami dua masa, yang masing-masing berbeda tujuan dan alat-alat pendidikannya.
Masa ke I
Pada masa ke 1 tampak adanya usaha-usaha orang Romawi untuk memperluas daerahnya. Maka tidak heran kalau tujuan pendidikannya adalah membentuk manusia yang selalu siap sedia berkorban membela kepentingan tanah airnya. Diutamakan benar-benar pembentukan warga negara yang cakap sebagai tentara. Pada masa itu sekolah hampir todak ada. Pendidikan tidak menjadi tugas negara, tetapi diselenggarakan oleh keluarga dan merupakan pendidikan bangsawan, bukan pendidikan rakyat. Sedangkan belajar membaca, menulis, berhitung dilakukan di rumah. Yang dipentingkan hanya pendidikan jasmani dan pendidikan kesusilaan.
Masa ke II
Setelah Roma menjadi kemaharajaan, pemuda-pemuda Roma mendapat pendidikan pada universitas-universitas Yunani. Dan ketika kembali mereka membawa Hellenisme. Maka terjadi perubahan pola-pola kebudayaan. Pertanian, hubungan pergaulan hidup berubah, kepercayaan lama tak berlaku lagi, hukum-hukum lama dipandang tidak sesuai lagi. Pendidikan kehilangan praktisnya dan rakyat Roma kini berpedoman pada filsafah. Maka timbullah dua aliran filsafah yang besar sekali pengaruhnya terhadap pendidikan di Roma.
Aliran filsafat Epicurisme
Menurut Epicuros, rasa suka akan dimiliki, bila hidup sesuai dengan alam manusia. Rasa suka dianggapnya sebagai filsafat utama, yang selalu kita miliki. Sebaliknya, rasa duka adalah yang terburuk, yang harus dihindarkan. Karena dunia ini penuh dengan kedukaan, haruslah kita memiliki sifat khali (sunyi, sendirian, bebas) agar dapat mengecap hikmat hidup yang sesempurna-sempurnanya, yakni:ataraxie, kesepian jiwa atau ketenangan hidup.
Aliran filsafat Stoa
Menurut aliran ini, kebajikan adalah satu-satunya nilai tertinggi yang harus dimiliki. Kebajikan adalah kebahagiaan. Memiliki kabajikan itu Cuma dapat terjadi, bila manusia hidup sesuai dengan alam. Alam itu dikuasai oleh “budi Illahi”. Dan karena manusia merupakan bagian daripada alam, maka terkandunglah di dalamnya sebagian daripada “budi Illahi” itu. Jadi tidaklah ada perbedaan anatara alam dengan Tuhan. Alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam. Inilah yang disebut Pantheisme. Hidup sesuai dengan alam sama saja dengan hidup sebagai manusia berakal dan berbudi.
Bagi kaum Stoa semua manusia itu sama. Tidak dikenalnya, perbedaan antara bangsa Roma dengan bangsa Barbar, antara orang merdeka dengan budak-budak berlian. Karena kedua aliran filsafat tersebut, terutama karena aliran Stoa, berubahlah cita-cita Romawi lama yaitu kebajikan kepahlawanan diganti dengan kebajikan kemanusiaan.
Aliran filsafat Quintilianus (42-117)
Lahirnya di Spanyol. Jasa Quintilianus terutama tampak pada pekerjaannya sebagai pendidik. Buku karangnyya yang terkenal ialah Institutio Oratoria (Pendidikan kearah ahli pidato). Dia berpendapat bahwa dari khuluk manusia itu tidak dapat kita harapkan hal-hal yang bukan-bukan. Jika kelak si anak memperlihatkan catatan-catatannya, maka hal itu akibat dari pendidikan yang salah (sama dengan Rousseau).
Cita-citanya:
  1. Pendidikan itu harus mulai diberikan selekas-lekasnya. Hendaknya dicari seorang pembantu yang berkelakuan baik dan berilmu. Budi bahasanya harus dapat dijadikan contoh. Kesan-kesan pertama-pertama yang diterima oleh anak, berpengaruh besar sekali bagi perkembangan selanjutnya.
  2. Kelak anak itu harus bersekolah, sebab:
    1. Di sana ia merasa jauh lebih bebas,
    2. Dapat belajar banyak dari teman-temannya,
    3. Ada suasana bersaing yang sehat.
    4. Janganlah membenntuk kelas-kelas yang terlalu besar, agar pembawaan seseorang dapat diketemukan dan dikembangkan.
    5. Segala sesuatu hendaknya berjalan tidak terlalu cepat.
    6. Pelajaran hendaknya diberikan dengan diselingi permainan, agar guru dapat mengenall tabiat anak-anak.
    7. Gaya bahasa harus menarik perhatian anak-anak.
    8. Jangan menggunakan siasat yang terlalu keras. Jangan banyak terlalu memuji atau mencela. Juga tidakboleh memberikan hukuman jasmani.
    9. Pada pelajaran membaca digunakan huruf-huruf dari gading gajah.
    10. Pelajaran menulis diberikan dengan menyuruh anak-anak meniru huruf-huruf yang telah dipahat dimeja. Kelak mereka menyalin pelajaran-pelajaran yang mengandung pendidikan budi pekerti.
    11. Pada mengarang anak-anak diharuskan mempergunakan bahasa yang dipakainya sehari-hari. Pokok-pokok pertama merupakan hal yang pernah dipahami.
    12. Daya ingatan harus dilatih baik-baik. Tiap hari anak-anak diharuskan menghafal sesuatu.

Sumber :
Kasmadi, Hartono. 2003. Buku Ajar Sejarah Pendidikan. Unes
Djumhur dan Danasuparta. 1976. Seajarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu Bandung
https://historia1991.wordpress.com/2012/07/11/sejarah-pendidikan-romawi-dan-yunani/


No comments :

Post a Comment