Sejarah Pendidikan Pada Zaman Yunani dan Romawi |
PENDIDIKAN YUNANI DAN ROMAWI
Di Yunani terdapat dua pusat
Kebudayaan, yaitu Sparta dan Athena. Penduduk Sparta disebut bangsa Doria, dan
Athena disebut bangsa Ionia. Pada kedua Negara tersebut terdapat
perbedaan-perbedaan dalam dasar, tujuan dan pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran.
- SPARTA
Pendidikan di Sparta didasarkan atas
dua azas :
– Anak adalah milik
Negara.
– Tujuan pendidikan adalah
membentuk serdadu-serdadu pembela negara serta warga negara.
Ciri-cirinya, pendidikan
diselenggarakan oleh negara, bukan oleh Keluarga. Yang berhak mendapat
pendidikan hanya warga negara Sparta yang merdeka saja. Anak-anak cacat dan
lemah dibunuh atau dilemparkan Dario atas batu besar, di pegunungan Tygetos.
anak-anak yang telah berumur 7 tahun dimasukkan kedalam asrama negara. Yang
diutamakan adalah pendidikan jasmani.
Adapun pelaksanaan pendidikannya,
Anak-anak dibiasakan menahan lapar, tidur diatas bantal rumput dan padsa musim
dingin hanya memakai mantel biasa saja. Sifat-sifat yang harus dimiliki
tentara,misalnya keberanian, ketangkasan, kekuatan, cinta tanah air, tunduk
kepada disiplin, selalu mendapat perhatian. Sebaliknya, kesenian seperti mu7sik
dan nyanyian diabaikan, semata-mata hanya dijadikan alat untuk mempengaruhi
jiwa dalam melaksanakan dinas ketentaraan.
- ATHENA
Tujuan pendidikan Athena adalah
membentuk warga negara dengan jalan pembentukan jasmani dan rohani yang
harmonis (selaras). Ciri-cirinya, negara hanya mengawasi saja, yang berhak
mendidik adalah keluarga dan sekolah. Semua anak-anak dari warga negara yang
bebas mengunjungi sekolah. Mata pelajran terbagi atas bagian gymnastic
(Jasmani) dan bagian muzis (Rohani). Pendidikan jasmani diberikan di Palestra,
dan tempat gulat di Gymnasia. Latihan utama adalah berjalan, gulat, lempar
cakram, melompat, lempar lembing. Pembentukan muzis meliputi, membaca, menulis,
berhitung, nyanyian dan music, kelak akan dipelajarinya “Artes Liberales” atau
seni bebas, terdiri dari :
– Trivium (3 ajaran) :
Gramnatica, Retorica (pidato) dan dialektika yaitu ilmu mengenai cara berfikir
secara logis dan bertukar pikiran secara ilmiah.
– Quadrivium (4 ajaran) :
Arithmatica (berhitung), Astronomia (ilmu bintang), Geometria (ilmu bumi alam
dan falak) & Musica.
Membaca diberikan dengan metode
mengejak (sintetis murni) menulis dilakukan pada batu tulis yang dibuat
dari lilin.
Pendidikan warganegara sangat
dipentingkan di Yunani, terutama di Sparta. Segala kepentingan negara
diletakkan di atas kepentingan individu. Dan kemudian muncul keinginan untuk
mendapat Kebebasan, terutama kaum Sofist. Kaum sofist tidak mengakui kebenaran
mutlak dan berlaku umum. Pendapat mereka “manusia ialah ukuran segala-galanya,
manusia sendiri yang menentukan mana yang baik mana yang buruk”. Pendirian ini
bersifat antroposentris. Suatu disebut benar juka itu menimbulkan keuntungan
atau kemenangan. Benar sekarang belum tentu benar nanti, benar bagi si A belum
tentu benar bagi si B (relatif). Kaum sofist yang terkenal diantaranya
Goergias, Protagora, Pipias.
Akibat dari ajaran sofisme ini ialah
turunnya nilai-nilai kebudayaan, merosotnya niali-nilai kejiwaan, pembentukan
yang harmonis antara jiwa dan raga dikesampingkan. Orang mencari pengetahuan
dengan tujuan untuk mencapai kesenangan kebendaan semata (intelektual
materialistis).
Kepentingan negara harus tunduk pada
kepentingan perseorangan. Pembentukan kecerdasan lebih penting dari pendidikan
agama dan susila.
AHLI-AHLI PENDIDIK YUNANI
- Phytagoras (580-500 SM)
Tujuan pendidikanya adalah untuk
membentuk manusia susila-agama.
Dasarnya adalah:
- Hanya jiwa yang berjasa, bukan
jasad.
- Jiwa berasal dari tuhan yang
kekal sifatnya
- Sejak kecil manusia cenderung
untuk berbuat jahat
- Kesempurnaan adalah kebajikan
Pelaksanaanya: Dia mendirikansebuah
gabungan yang disebut gabungan kaum Phytagoras terdiri dari anggota-anggota
yang tinggal bersama-sama dengan mentaati aturan-aturan tata tertib tertentu.
- Socrates (469-399 SM)
Cita-citanya
- Ia berpendapat, bahwa bukan
manusia melainkan tuhan yang menjadi ukuran sesuatu.
- Berlawanan dengan Phytagoras,
Socrates percaya bahwa manusia mempunyai pembawaan untuk berbuat baik.
- Socrates berpendapat, ilmu adalah
sumber dari kebajikan.
Pelaksanaanya
- Dimana saja, di jalan-jalan, di
taman-taman diberikanya ajaran kepada rakyat dengan jalan percakapan
(dialog).
- Dengan jalan induksi,
dibawanyalah mereka kepada ilmu yang sebenarnya.
Oleh kaum Sofist, Socrates difitnah
telah merusak akhlak pemuda, dituduh mengajarkan dewa-dewa baru dan
membelakangi dewa-dewa resmi. Hakim menjatuhi hukuman minum racun kepadanya,
bila tidak menarik ajaranya. Tetapi ia lebih memilih minum racun sampai mati
daripada mengingkari pendirianya.
- Plato (427-347 SM)
Plato adalah seorang bangsawan dan
murid Socrates. Ia adalah pengarang pertama di Yunani, yang telah menyusun
suatu sistem pendidikan yang lengkap, dan merupakan bagian dari pengajaran
ketatanegaraanya.
Cita-cita pendidikanya
- Bagi Plato tujuan pendidikan
itu adalah membentuk warga negara secara teoritis dan praktis. Plato
berbendapat, bahwa kesukaran-kesukaran politis dapat diatasi apabila ada
keadilan.
- Plato membagi manusia menurut
kemampuanya masing-masing
1) Manusia akal, yang menggunakan
akalnya dengan bijaksana.
2) Manusia kehendak,
yang memiliki sifat-sifat keberanian, sedia melaksanakan kehendak dan perintah
atasanya.
3) Manusia hasrat, yang
banyak keinginanya.
- Pendidikan adalah alat untuk:
1)
Memperoleh bahan manusia yang tepat.
2)
Mengisi ketiga tingkatan sosial.
Pengajaranya
- Harus mematuhi
kebutuhan-kebutuhan warga negara yang sudah maju.
- Harus sesuai dengan tugas-tugas
setiap manusia untuk berbuat kebajikan.
Yang diajarkanya adalah olehraga,
seni musik, matematika dan dialektika.
- Aristoteles
Aristoteles dilahirkan di Stagira
pada tahun 384 sebelum masehi, ia berguru pada Plato di Athena selama 20 tahun.
Sepeninggal Plato, ia mendirikan sekolah di Assus, Asia kecil dan kemudian ia
kembali lagi ke Athena. Bukunya yang terpenting mengenai cita-cita pendidikanya
ialah “Politicia” dan “Anima” mengenai ilmu jiwanya.
Cita-citanya
Aristoteles berpendapat, bahwa
kebijakan itu diperoleh dengan jalan alam, pembiasaan dan pembukaan akal. Dalam
pada itu pendidikan harus mengenal pembawaan dan kecenderungan anak, supaya ia
mendapat bimbingan dengan sebaik-baiknya. Menurut Aristoteles sumber
pengetahuan adalah pengalaman, pengamatan dengan alat indera yang menghasilkan
bahan untuk berfikir. Aritoteles adalah bapak ajaran daya, yang memberi jiwa
dua daya pokok, yakni daya mengenal dan daya kehendak.
PENDIDIKAN ROMAWI
Bila dibandingkan dengan
pendidikannya di Yunani, maka pendidikan di Romawi tampaknya lebih sederhana,
dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan negara. Roma yang pada mulanya adalah
negara petani, megalami dua masa, yang masing-masing berbeda tujuan dan
alat-alat pendidikannya.
Masa ke I
Pada masa ke 1 tampak adanya
usaha-usaha orang Romawi untuk memperluas daerahnya. Maka tidak heran kalau
tujuan pendidikannya adalah membentuk manusia yang selalu siap sedia berkorban
membela kepentingan tanah airnya. Diutamakan benar-benar pembentukan warga
negara yang cakap sebagai tentara. Pada masa itu sekolah hampir todak ada.
Pendidikan tidak menjadi tugas negara, tetapi diselenggarakan oleh keluarga dan
merupakan pendidikan bangsawan, bukan pendidikan rakyat. Sedangkan belajar
membaca, menulis, berhitung dilakukan di rumah. Yang dipentingkan hanya
pendidikan jasmani dan pendidikan kesusilaan.
Masa ke II
Setelah Roma menjadi kemaharajaan,
pemuda-pemuda Roma mendapat pendidikan pada universitas-universitas Yunani. Dan
ketika kembali mereka membawa Hellenisme. Maka terjadi perubahan pola-pola
kebudayaan. Pertanian, hubungan pergaulan hidup berubah, kepercayaan lama tak
berlaku lagi, hukum-hukum lama dipandang tidak sesuai lagi. Pendidikan
kehilangan praktisnya dan rakyat Roma kini berpedoman pada filsafah. Maka
timbullah dua aliran filsafah yang besar sekali pengaruhnya terhadap pendidikan
di Roma.
Aliran filsafat Epicurisme
Menurut Epicuros, rasa suka akan
dimiliki, bila hidup sesuai dengan alam manusia. Rasa suka dianggapnya sebagai
filsafat utama, yang selalu kita miliki. Sebaliknya, rasa duka adalah yang
terburuk, yang harus dihindarkan. Karena dunia ini penuh dengan kedukaan, haruslah
kita memiliki sifat khali (sunyi, sendirian, bebas) agar dapat mengecap hikmat
hidup yang sesempurna-sempurnanya, yakni:ataraxie, kesepian jiwa atau
ketenangan hidup.
Aliran filsafat Stoa
Menurut aliran ini, kebajikan adalah
satu-satunya nilai tertinggi yang harus dimiliki. Kebajikan adalah kebahagiaan.
Memiliki kabajikan itu Cuma dapat terjadi, bila manusia hidup sesuai dengan
alam. Alam itu dikuasai oleh “budi Illahi”. Dan karena manusia merupakan bagian
daripada alam, maka terkandunglah di dalamnya sebagian daripada “budi Illahi”
itu. Jadi tidaklah ada perbedaan anatara alam dengan Tuhan. Alam adalah Tuhan
dan Tuhan adalah alam. Inilah yang disebut Pantheisme. Hidup sesuai
dengan alam sama saja dengan hidup sebagai manusia berakal dan berbudi.
Bagi kaum Stoa semua manusia itu
sama. Tidak dikenalnya, perbedaan antara bangsa Roma dengan bangsa Barbar,
antara orang merdeka dengan budak-budak berlian. Karena kedua aliran filsafat
tersebut, terutama karena aliran Stoa, berubahlah cita-cita Romawi lama yaitu
kebajikan kepahlawanan diganti dengan kebajikan kemanusiaan.
Aliran filsafat Quintilianus
(42-117)
Lahirnya di Spanyol. Jasa
Quintilianus terutama tampak pada pekerjaannya sebagai pendidik. Buku
karangnyya yang terkenal ialah Institutio Oratoria (Pendidikan kearah ahli
pidato). Dia berpendapat bahwa dari khuluk manusia itu tidak dapat kita
harapkan hal-hal yang bukan-bukan. Jika kelak si anak memperlihatkan
catatan-catatannya, maka hal itu akibat dari pendidikan yang salah (sama dengan
Rousseau).
Cita-citanya:
- Pendidikan itu harus mulai
diberikan selekas-lekasnya. Hendaknya dicari seorang pembantu yang
berkelakuan baik dan berilmu. Budi bahasanya harus dapat dijadikan contoh.
Kesan-kesan pertama-pertama yang diterima oleh anak, berpengaruh besar
sekali bagi perkembangan selanjutnya.
- Kelak anak itu harus
bersekolah, sebab:
- Di sana ia merasa jauh lebih
bebas,
- Dapat belajar banyak dari
teman-temannya,
- Ada suasana bersaing yang
sehat.
- Janganlah membenntuk
kelas-kelas yang terlalu besar, agar pembawaan seseorang dapat
diketemukan dan dikembangkan.
- Segala sesuatu hendaknya
berjalan tidak terlalu cepat.
- Pelajaran hendaknya diberikan
dengan diselingi permainan, agar guru dapat mengenall tabiat anak-anak.
- Gaya bahasa harus menarik
perhatian anak-anak.
- Jangan menggunakan siasat yang
terlalu keras. Jangan banyak terlalu memuji atau mencela. Juga tidakboleh
memberikan hukuman jasmani.
- Pada pelajaran membaca
digunakan huruf-huruf dari gading gajah.
- Pelajaran menulis diberikan
dengan menyuruh anak-anak meniru huruf-huruf yang telah dipahat dimeja.
Kelak mereka menyalin pelajaran-pelajaran yang mengandung pendidikan budi
pekerti.
- Pada mengarang anak-anak
diharuskan mempergunakan bahasa yang dipakainya sehari-hari. Pokok-pokok
pertama merupakan hal yang pernah dipahami.
- Daya ingatan harus dilatih
baik-baik. Tiap hari anak-anak diharuskan menghafal sesuatu.
Sumber :
Kasmadi, Hartono. 2003. Buku Ajar
Sejarah Pendidikan. Unes
Djumhur dan Danasuparta. 1976. Seajarah
Pendidikan. Bandung : CV Ilmu Bandung
https://historia1991.wordpress.com/2012/07/11/sejarah-pendidikan-romawi-dan-yunani/